Rabu, 11 Maret 2009

ADIK KELAS KU


“Askum. Asmadi aku ada di rumah sekarang besok aku pulang ke Pontianak lagi. terimakasih atas persahabatan kamu selama ini, maaf aku ndak bisa berkunjung ketempat mu.”
Ku kirim sms dengan harapan aswin juga tau bahwa aku ada dirumah. Asmadi adalah teman dekat Aswin.
Aku pulang untuk mengambil data penelitian skripsiku.
“Kok baru bilang, mau aku bilag pada aswin ndak?”
“Ngak usah aja, win sibuk, aku ndak mau ganggu dia”
“Benar ni, kamu ndak nyesalkah” balas Asmadi dengan guraunya.
“Endak, buat apa nyesal, aku ndak suka cowok rewel kayak dia, emang dia siapa?”
Aswin dan Asmadi adalah sahabatku saat SMP dulu, saat itu aku memang suka sama Aswin, tapi sekarang aku sudah pake jilbab,aku sudah dibilang teman-teman sebagai akhwat. aku sudah kuliah. menyukainya hanya kenangan masa jahiliahku. sekarang aku hanya mengenal pacaran setelah menikah. dulu aku memang suka kenalan dengan cowok-cowok dan mengkoleksi pacar. sekarang ndak lagi.
Baru-baru ini Aswin dan Asmadi muncul lagi saat aku hampir selesai kuliah. saat aku ingin berubah sedikit-demi sedikit menjalankan syariat Islam.
15 menit setelah sms ku yang terakhir tiba-tiba ada suara motor berhenti di depan rumah, dan langsung menuju rumahku, ndaktau siapa?
“Assalamualaikum”
“Waalaikum salam”
“Bapakku keluar, pak ada Dedek?”tanya Aswin
“Eh Aswin, masuklah. Dedek ada didapur lagi masak”
Ayah ku memang sudah mengenal aswin sejak aku belum kuliah ketika itu.
Ya Allah ada aswin, mau ngapa dia kesini.siapa yang ngasi tau aku ada di rumah. gumamku dalam hati
sengaja aku ndak keluar menghampirinya karna aku lagi marah dengan smsnya sebulan yang lalu. siapa yang ndak marah dan kesal dengan sms orang yang menyamar sebagai sahabat kuliahku. padahal aku tak mengenal nama yang dipalsukannya. Apalagi saat dia bilang aku wanita murahan. wanita mana yang nggak marah. emang sih aku yang mulakan karna memang aku sangat jengkel dengan orang yang sms bertele-tele tampa status akhirnya aku bilang manusia bertopeng.
ayahku memanggil aku ke dapur dan menghampiriku.
“Dek tamu tang dak dikeluarin?
“Malas aku mau jumpa, bilang aja aku ndak mau ketemu!!!
“Orang udah datang jaoh-jaoh, masak ndak mau ditemui”
Aku langsung menggunakan jilbab dan mendatanginya sambil membawa air teh dan kue.
aku senyum dan mempersilakan ia minum.
Hatiku berdebar, apa gerangan yang akan terjadi. dengan wajah masam dia di depanku.
Suasana hening, ia memandangku dengan pandangan marah, aku hanya diam.
5 menit kami saling diam.
tit-tit-tit-tit HP ku berbunyi diatas meja tamu, dan langsung kubaca smsnya
“Maaf dek Aswin tadi ada di rumahku saat kamu sms dan dia menanyakan siapa yang sms. masa aku mau bohong, dan akhirnya ia membuka sms mu. Maaf aku ndak sengaja”
Langsung ia mengambil hp ku dan membaca smsnya.
dan
Brok… suara HP dilempar.
Ia lemparkan disampingku dan mengenai tanganku
Aku hanya diam…….
“Puas kamu” kata Aswin dengan mukanya yang merah, suaranya yang kasar
“Apa ya yang puas” kataku santai
Puas dengan permainanmu, puas telah membuat aku jengkel, bangga karna bisa membuat hatiku sakit, kamu pulang ndak beri kabar kepadaku, hanya ke asmadi, puas dah punya banyak cowok di kampus. sejak kapan kalian jadian.
Ya allah, orang ni ternyata masih perhatian padaku. Dari mana ia mengetahui tentangku, padahal aku sms dia biasa-biasa saja. aku menganggap dia hanya sebagai kawan dan tak lebih dari itu. apa yang salah terhadap smsku sehingga marah seperti ini. apakah ia ambil hati terhadap sms gurauku. kok bisa berkesimpulan seperti itu sih dia.
Emang sih dulu aku suka dia tapi kan sekarang udah berubah aku suka dia hanya sebatas teman. Teman lama yang kini bertemu kembali. Aku tak pernah beniat akan meluluhkan hatinya, apalagi menyakitinya. Astagfirullah. apakah aku kini juga telah jatuh cinta. Seminngu ini memang selalu teringat dia. aku merasa rindu kalo dia lama tidak SMS pada ku. Setiap hari kami selalu sms-an. hatiku senang bercampur takut. Inikah yang dikatakan dengan jatuh cinta.
Aku berdiri dan menghampiri pintu.
“sebaiknya kamu pulang, aku tak mau bertemu denganmu hanya untuk bertengkar. Aku pulang bukan untuk kamu”. aku marah dengannya karna sikapnya yang tidak sopan kepadaku. aku tau kalo dilanjutkan akan terjadi pertengkaran antara kami.
Sebelumnya kami memang sering sms-an, dan ia suka marah-marah dan merajok denganku, cemburu dengan teman-temanku. aku sebenarnya juga ndak suka dengan sikap dia yang berlebihan perhatiannya.
Ia berdiri menghampiriku dan langsung keluar dari pintu. sebelum memutuskan pulang ia memanggilku.
“ Dek sini sebentar ada yang ingin aku sampaikan!
Aku mendekat sedikit dengan ragu-ragu dan iapun mendekat juga dengan aku.
“Plak”, mukaku ditampar
“ Kamu cewek murahan. ku kira kamu beda ternyata sama saja dengan cewek-cewek yang lain”.
air mataku jatuh tak tertahan, berat rasanya aku harus membiarkan luapan perasaanku, sakit di wajjahku tidak seberapa tapi sakit dihatiku luar biasa. Aku memang tidak bisa membalas tamparannya, karna ku tau hal tersebut hanya akan memperpanas suasana dan kutau haram hukumnya menyentuh orang yang lawan jenis dan bukan muhrim.
Ia melihatku dengan tatapan tajam dan memperhatikan responku. mungkin dia mengira aku akan membalasnya.
“Cukup ini saja yang ingin kamu sampaikan. kalo sudah selesai pulang aja. aku muak liat kamu. sekarang kamu puas bukan?”
Aku tidak berfikir untuk melakukan apa-apa, sebisanya aku mengendalikan hatiku, aku sangat merasa berdosa karena hal ini sepantasnya tidak layak terjadi pada seorang akhwat. aku malu, malu pada diriku dan malu pada Tuhanku.
“Ya aku puas tapi sebelum aku pulang, kamu jawab pertanyaanku!
“Siapa Sapto?”
“Teman”
“Bohong?”
aku diam
“Ia pacarmu bukan? kemaren aku ada sms ke dia dan ia bilang kamu pacarnya”.
“Mengapa kamu ndak balas SMS ku?”
“ aku lagi ndak ada fulsa”.
“Bohong?”
“ Kalo untuk SMS Asmadi ada fulsa ya”.
“Mengapa kamu pulang tidak mengabarkan kepada ku, kamu bilang udah pulang lama dan besok kamu akan pulang Pontianak?
“Aku berbohong dengannya”.
“ Mengapa kamu berbohong?”
“Karena………”
“Karna kamu suka bohong, cukuplah sudah kebohonganmu semua. saya rasa udah jelas semua, sebaiknya kita jangan berhubungan lagi…………”
“Sebelum kita tidak berhubungan lagi izinkan aku berbicara sebentar, menjelaskan sebenarnya.” pintaku padanya
“ Persahabatan yang telah kita jalin sejak SMP kini harius kita akhiri hanya karena kesalahan kecil. Sapto adalah pria yang ku kenal pertama sekali ketika aku baru saja di pontianak, aku banyak berhutang budi padanya, kami satu kelompok OSPEK, tapi kami tidak pacaran, kemaren aku yang nyuruh dia mengaku sebagai pacarku, aku ingin kamu tidak berharap padaku, dan juga saat itu aku sangat membencimu. Aku baru beli pulsa malam ini, jadi SMS kamu tidak aku balas saat itu. Sebenarnya aku baru datang tadi pagi dan akan pulang seminggu lagi.”
“Ok kalo kamu ingin kita tidak berhubungan lagi. aku setuju. aku sudak capek berteman denganmu.”
“Sekarang kamu boleh pulang.”
Dia terdiam, dan duduk ditangga teras rumah.
akupun duduk di dekatnya tapi agak jauh.
mungkin 10 menit kami saling diam.
“maafkan aku……….”katanya pelan
Dia mendekati aku, pipiku hampir di pegangnya. Aku cepat menghindar.
“Gimana pipimu masih sakitkah?”.
Pipiku merah bekas tamparan tangannya.
“Kalo kamu ingin membalas tampar aja aku sekarang, aku siap”.
Diambilkan saputangannya dan ingn mengapus air mataku.
aku mengambil sapu tangannya dan menghapus air mataku sendiri.
“ Sengaja aku pulang ke Indonesia karna ada masalah keluarga. Aku ada bawa oleh-oleh untukmu sengaja aku bawa dari sana khusus untukmu”.
diambilnya kado dalam plasstik yang ada di motornya dan diserahkannya pada ku,
“di dalamnya ada surat untukmu, kamu baca ya”
“makan yo’”
“kita ajak Aswin aja ya.” ia mengusulkan untuk mengajak adikku yang namanya juga Aswin.
“Ndak aku udah kenyang”.
“aku belum makan dan lapar banget sekarang”
“kamu harus nemankan aku malam ini. Karena kalo kamu tak maafkan aku mungkin malam ini malam terakhir kiata berjumpa.”
Aku mengikuti permintaannya, kami pergi kekantin dekat rumahku sambil berjalan kaki dengan adikku yang kelas tiga. aku tak tau mengapa malam ini aku mengikuti permintaannya. Dalam sebulan ini aku memang lagi lemah iman.
Aku hanya diam, kubiarkan dia bercerita. Ia bercerita tentang pengalamannya ketika berada di Malaysia tempat ia berkerja.
Makanan pun dipesan dan kami makan bersama-sama. Hampir satu jam kami makan sambil ngobrol.
“Besok jalan yo’. Kita ke pantai samudra indah”
“Maaf aku ndak bisa”.
“Mengapa?”
“Aku sibuk”
“Oh……”
“Yok pulang”
Ia merapikan bekas makan kami dan membayar makanan yang telah kami makan.
kami pulang sama-sama. ketika di jalan aku ditelpon Sapto.
“waalaikum salam, aku lagi di jalan habis makan.
mungkin minggu ini,
coba kamu clining dulu kemudian kamu cek warnanya udah sempurna blm.
ok, waalaikum salam”
“sapto menelponku”, kulihat wajah cemberut mulai berkeliaran di wajah Aswin.“Sapto nelpon menayakan masalah computer”.
“Sapto lagi-Sapto lagi”“Emang salahke kalo aku berteman”
“Endak sih, mengapa hanya Sapto temanmu, ndak ada yang lain kah?”
sampai dirumah.
“Aku pulang dulu ya”
“Udah larut malam”
“Oya kalo kamu besok ndak sibuk kita jalan ke pantai ya?”
dia langsung menyetir motor dan dengan berat hati ia pulang
“Slamat malam, semoga mimpi indah, Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam”
“As.selamat malam, besok aku tidak bisa mengikuti ajakanmu, walaupun besok aku ada waktu, tapi aku tetap tidak bisa menemankan kamu. Karna sepengetahuanku dalam Mengkaji islam, kita dilarang bersentuhan, berdua-duaan, bergoncengan, pacaran, melihatkan aurat dengan non muhrin, itu semua hanya boleh dilakukan dengan suami dan muhrimnya. sedangkan kita non muhrim. semoga kamu paham maksudd aku”.
ku kirim sms tersebut dan dibalasnya
“aku paham maksud kamu.”
Seminggu setelah itu ia sms.
“Dek setelah ku pikir aku ingin melamar kamu dan ingin menikah dennganmu, aku tertarik dengan konsep Islam yang kamu pegang, aku ingin hidup dibawah naungan islam yang kaffah dan ingin bersama istri yang solehah. Sudikah kamu menerima lamaranku………”

SEBUAH PENANTIAN


"Dea kapan kamu akan menikah, mak dah ndak sabar mau lihat kamu bersanding dan mak pengen segera menimang cucu. Udah saatnya kamu menikah dea. Apa belum ada cowok yang ingin memperistri kamu.” Kata ibuku sambil memotong sayur.

Dengan jelas kudengar kata-kata lembut dari ibuku membuat aku harus mencari jawaban yang pas agar ibu tidak terlalu kecewa. Jangankan calon suami, berintereksi dengan lawan jenis aja aku jarang. Sempat ku berpikir tentang cowok yang pernah aku kenal saat KKL, aku sempat simpati pada dia, karena banyak sipat dia yang sesuai dengan kriteria suami idamanku. Akh ... itu hanya penilaianku. Belum tentu menurut Allah ia baik untukku.

”Ndak tahu lah bu, mungkin jodohnya belum sampai bu. Ibu berdoa aja semoga dipercepat.” jawabku singkat.

”Aswin tu, gimana orangnya?”

”Baik kok, kami hanya berteman, lagian usianya lebih muda dari saya.

” Ibu lihat akhlaknya bagus, agamanya pun baik. Apa kalian tidak berencana akan menikah”.

”Entahlah bu, kami tidak pernah berbicara tentang hal itu. Lagian aswin masih kuliah dan masih banyak tanggungan”

Lagi-lagi Aswin, aku capek dengar namanya terus. Aswin bukanlah tipe suami idamanku. Ia terlalu gaul, sampai ia lupa mana yang muhrim dan mana yang bukan. Lagu kegemaranya peterpen,

Assalamualaikum, seru Aswin dari luar.

Waalaikum salam, jawab kami serempak

Ibu ku keluar menghampiri” eh Aswin dari mana, masuk aja dulu”.
”Iya bu saya masuk, oya bu ini saya ada bawa kue untuk berbuka hari ini. Dea ada bu?”

”Ada, lagi masak didapur, sebentar ibu panggilkan”

Seperti biasa aswin selalu datang kerumah walau hanya untuk sekedar bertanya kabar denganku. Walau kami sudah lama putus huungan tapi perhatiannya kepadaku tetap seperti saat pacaran. Hanya saja setelah putus kami jarang berinteraksi langsung.

”Aswin, kamu cari aku ya?”

”Iya, aku hanya mau nanya, malam ini kamu tarawih di mana?”
”Biasa masjid dekat rumah. Emang ada apa”.

”Nanti malam aku mau solat disitu juga.”

”Oh begitu, ya terserah kamu sih.”

***
”Assalamualaikum”, Aswin sudah ada di depan rumah

”Walaikum salam,”

”Yok berangkat bareng”

”Kok bareng sih win, bukankah sudah aku ....”

”Ya aku tau, ndak boleh jalan berduaan, tak boleh bersalaman, tak boleh pandang-pandangan, tak boleh bertamu malam hari karna bertentangan dengan syariat Islam”
” Tapi boleh dong sekali-kali.”
”Walau hanya sekali-kali tetap tidak boleh, setan selalu mengintai jika dari sedikitlah maka menjadi bukit”.

”Dea ini yang terakhir, deh aku janji tidak akan ngajak jalan berdua dengan kamu lagi. ”

”Tuh kamu jalan sama bapakku aja ya. Biar saya jalan dengan ama ibu. ”

Ok deh, ketemu dimasjid ya, aslamualaikum

***
Dari pagi aswin sudah ada dirumah, katanya mau bantu ayahku mengecat rumah. Tadi malam mereka ternyata sudah janjian untuk memperbaiki sekaligus mengcat rumah.
Ayah dan aswin tampaknya serius berbicara sambil tertawa-tawa, ku dengar ayah menceritakan hal aku selagi kecil yang cengeng tapi rajin. Ayah juga menceritakan sifat burukku yang suka merajok berhari-hari sampai tidak mau makan.
Tampaknya aswin memperhatikan aktifitasku seharian ini. Ya seperti biasa aku lagi beres-beres rumah, cuci pakaian, nyetrika. Memandikan adikku yang kecil dan menjaganya. Aku rasa tidak enak dirumah karna tak luput dari penglihatannya.
Zuhur hampir tiba, kulihat aswin dan bapak menghentikan perkerjaannya dan segera membersihkan badan dan menuju masjid.

”Win, kita istirahat dulu, nanti baru kita lanjutkan. Kamu berbuka di rumah aja ya”.
”Baiklah pak, lagian tinggal sedikit aja dinding yang mau kita cat. ”

Aswin dikeluargaku sudah seperti keluarga sendiri. Saat kami perlu bantuan, ayah selalu memanggil dia untuk mohon bantuannya.
Azan magrib hampir tiba, makanan sudah aku hidangkan di meja makan. Seluruh keluargaku sudah kumpul untuk buka bersama.

”Siapa yang masak ni bu?”

”Dea, semuanya dea yang masak ibu hanya bantu menghidangkan”.

”Wah hari ini, pertama sekali saya makan masakan dea. Kalo dilihat dari luar sih kayaknya enak ya bu? ”

”Iya, seperti masakan ibunya. Kalo ibunya jago masak anaknya harus bisa. Iyakan win”

”Benar bu. Kata pepatah kalo kelapa jatuh pasti tak jauh dari pohonnya. ”
*****
Ramadhan hampir berakhir, hanya tinggal 10 hari saja. Inilah saatnya aku memperbanyk iktikaf. Walau hanya dirumah sendiriaan.
Kumulai iktikafku yang pertama ini dengan mempernayak tilawah, dan memperpanjang sholat sunnah serta memperbanyak doa. Diantara doaku adalah aku berdoa untuk disegerakan jodoh, dan diberi jodoh yang sholeh dan taat pada orang tua.

Aku tak tau mengapa ayah memnggil aswin pagi-pagi sekali. Paadahal hari ini tidak ada yang ingin dikerjaka mereka.
Sambil membersihkan kamar aku mendengar percakapan ayah dan aswin.
”Win, bapak sudah lama ingin mendapatkan menantu untuk dea, bapak liahat dea sudak selayaknya menikah, bukankah menikah itu sunnah rasul.bapak akan menerima siapa saja pria yang soleh datang untuk memperistri anak bapak. Tak terkecuali kamu.”

”Bapak hanya bisa berdoa agar dea mendapat jodoh yang baik. ”

”Tapi pak saya sekarang masih kuliah dan masih bayak tanggungan, kerjapun belum pasti. Sayapun merasa dea sebaiknya menikah secepatnya, sya perhatikan ia sudah cukup siap untuk menjadi seorang ibu yang maik. Baiklahpak saya akan istiqharah terlebih dahulu. Kalopun jawabannya belum siap saya akan carikan teman saya yang baik akhlaknya dan juga sudah siap. ”

****

”New sms”

Kuraih handphoneku

Murobbi!

”Dea, kamu persiapkan diri karna ada yang ingin taarup dengan kamu. Kapan kamu bisa kerumah kakak.”

Ku balas.
”Siang ini bisa kak habis sholat duhur”

Terpikir oleh ku, siapasih orang yang ingin taarupan denganku? Apakah dia ....
Eh tak mungkin, ia tidak panta bagiku, aku hanya wanita biasa-biasa tidak seperti dia ikhwan pilihan yang banyak disukai oleh akhwat. Dan mana mungkin ia mau melamarku, iakan masih kuliah. Atau jangan-jangan Aswin. Ah siapapun orang yamng melamarku dan ia soleh maka aku tidak akan mempersulit untuk menerimanya.

” dea ini biodatanya, katanya sebelum ini ia pernah melihat kamu”

Kubaca secara detail proposal nikah yang telah dibuatnya, nama Helmiyanto, tempat, tanggal lahir, pontianak 14 Mei 1985, perkerjaan suasta, alamat pontianak. Hobi sepak bola. Tujuan menikah, prestsi yang pernah didapat, makanan kegemaran, kriteria istri, keluarga yang diharapkan dan lain-lain, semua sudah kubaca. Hanya saja aku belum melihat fotonya karna terburu sudah ada yang datang.
Murobbiku mempersilakan masuk kepada tamu tersebut, aku masih sibuk membaca isi proposalnya.

” Dea ikhwannya sudah ada diluar, kamu harus keluar sekarang. Kami akan memperkenalkan kalian berdua” hatiku berdetak kencang, siapkah aku menjalani taaruf ini”.

Ku berjalan menuju ruang tamu dan duduk di kursi dekat dengan murobbiku, aku merasa diperhatikan sejak keluar dari dapur. Kuberanikan untuk melihat dua orang didepanku. Ku berfikir, mana satu yang akan melamarku, kok dua-duanya sepertinya sudah menikah. Ku berusaha mengiklaskan hati menjalani proses taarupnya.

”Pak, ini dea, orang yang akan kita taarufkan hari ini”.

”Orang tuamu kerja apa dea? Kata bapak yang lebih tua”.

”Petani pak”.
”Dea sekarang kerja apa? Kata bapak satunya, yang menurutsku ia adalah helmiyanto yang akan melamarku

”Saya baru selesai kuliah di STAIN jadi sekarang belum bekerja”.

”Kamu sudah siap menikah dea”

”InsyaAllah siap pak. ”
”Bagaimana bisa dilanjutkan ke pernikahan?”kata bapak yang lebih tua.

”Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah helmi sudah pernah menikah sebelumnya dan mengapa pak helmi memilih saya untuk dijadikan istri.”

Oh.... belum pernah jawab mereka serentak, malah dia sebaya denganmu”.

”Jadi siapa Helmiyanto”.

Assalamualaikum. Terdengar suara dari luar, sepertinya aku kenal dengan suara itu. Kulihat keluar.

Waalaikum salam. Hatiku seakan tak percaya, yang datang adalah temanku saat KKL dahulu. Pria bertubuh alletis, berkulit putih, suara serak dan berwajah manis.

”Ni orangnya”

Kulihat ia sedang membawa tas, dan menyimpan tas tersebut di atas meja. Tas yang berisi buah-buahan.

”Dea pa Kabarnya?”

”Baik”, jawabku.

Diluar dugaanku, helmiyanto datang untuk taaruf denagnku, itu artinya ia ingin melamarku.
Taarup berjalan dengan lancar hingga terjadi kesepakatan untuk saling istigharah terlebih dahulu salama satu minggu. Kalo sama-sama menyetujuai baru dilanjutkan dengan pelamaran.

Aku pulang kerumah dan menceritakan semuanya kepada kedua orang tuaku. Sekaligus memberikan proposal nikah berserta fotonya kepada mereka. Aku mohon kepada eduanya untuk menistigharahkan aku dan helmiyanto.
Berita ini ayah ceritakan dengan Aswin. Ku lihat wajah kecewa bercampur bahagia padanya. Aku tak tau apa yang dirasakannya. Tapi yang jelas ia sangat baik terhadap keluargaku dan kami pernah pacaran selama 2 Thun Sebelum aku mengenal tarbiyah.

Aku bingung apakah harus menerima atau tidak, jika aku menerima bagaimana dengan Aswin, bukankah keluargaku sudah mendambakan menantu seprtti dia. Kalo aku tolak berarti aku telah menyianyiakan lamaran seorang yang beriman, padahal itu dilarang. Aku jadi ragu untuk memutuskan. Empat hari terakhir aku masih meragukan jawaban istegharahku. Dan malam kelima aku merasa yakin dengan pilihan. Bahwa aku sudah siapa menikah dan akan menerima lamaran helmiyanto.

”Dea mak dan ayah udah sepakat, tentang pilihanmu. Semuanya kami serahkan padamu. Tentang helmiyanto ibu dan bapak tidak masalah.”

2 Syawal aku resmi dilamar dan menjadi tunangan helmiyanto. Pesta pernikahan dan akad nikah direncanakan dilaksanakan pada hari minggu 25 Syawal 1429 H/ 25 Oktober 2008 bertepatan dengan tanggal lahirku.

MENGGAPAI PRIA IDAMAN


25 oktober 2008 genap usiaku 24 tahun. Berarti sudah satu tahun target menikahku terlewati. Orangtuaku sudah sangat menantikan kehadiran seorang cucu dariku. Sejak kecil aku di didik manja oleh mereka, karna aku merupakan anak tunggal dan cucu tertua dalam keluargaku. Aku menyadari semua akan hal itu, tapi tuhan berkehendak lain terhadapku. Aku menghadapi banyak rintangan dalam mememukan pria idamanku.

Entah mengapa sejak aku mengerti masalah keluarga aku sudah menentukan target sendiri dalam memilih jodoh. Aku lebih tertarik dengan pria yang sebaya denganku dan mempunyai hobi yang sama denganku. Aku dilahirkan dalam lingkungan yang gemar dengan baca dan menulis. Bapakku bukanlah orang terkenal tapi ia adalah orang biasa tapi minat membaca dan menulisnya sangat tinggi. Kami dibiasakan untuk senantiasa membaca dan menulis dalam keluarga. Setiap selesai sholat magrib kami selalu berdiskusi dan berbagi tentang islam dengan ibu dan bapakku. Ada 4 T yang aku harapkan dalam menentukan jodohku. T yang pertama adalah Takwa; ketakwaan seorang suami akan mendukung dan mengbimbing aku mencari kebahagian yang hakiki, yang akan menjauhkan aku dan keluargaku dari siksa api neraka. T yang ke dua Tajir; aku tak ingin keluargaku nanti miskin karma aku tau kemiskinan mendekati kebodohan dan kebodohan itu akan menjerumuskan kita keneraka. T yang ketiga adalah Tanpan, sperti cewek-cewek yang lain, panpan itu juga harus walau sebenarnya tanpan itu relative. Dan T yang terakhiradalah tinngi; tinggi hati, tinggi badan, tinggi kemauan dan tinngi cita-cita.

Siska……, siska….., ibuku memanggil
Iya bu, aku bergegas menghampiri ibu keruang tamu yang baru selesai mengangkat telpon.
Sis, besok ada yang ingin taaruf dengan kamu, ibu dan ayah sudah mendiskusikannya. Kamu coba ya nak siapa tau ini jodohmu.
Mengapa begitu cepat bu?bukankah seminggu yang lalu siska baru saja menolak lamaran akh Deni.
Siska, seorang akhwat tidak baik telat menikah, bukankah menikah itu ibadah. Apalagi kamu sudah cukup dewasa sis. Ibu menatap tajam kepadaku, seolah-olah ia begitu sangat ingin menyakinkan aku.
Baiklah bu kalo itu memang terbaik untukku, saya ikut saran ibu.
Aku jadi ragu, ini adalah lamaran laki-laki yang ke tiga kalinya. Setelah dua kali taarufku gagal. Pertama sekali aku taaruf dengan akh Yandi, aku tidak bisa menerima lamarannya karena aku ingin menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu, sedangkan ia harus cepat karna ingin segera ke Al azhar melanjutkan kuliahnya. Selain itu saya selisih 10 tahun lebih muda darinya. Kami tidak bisa melanjutkan taaruf ini sampai kepernikahan.
Taaruf yang kedua dengan akh deni, ia teman sekelasku, aku menolak lamaran dia karna sejak awal taaruf aku selalu merasakan ia jauh dari criteria yang kuharapkan. Aku menolaknya karna kami berbeda cara berfikir, kami berbeda pergerakan di kampus. ia aktifis islam tapi aku tidak melihat kerater islam pada dirinya. Ia memang cerdas, akhli berdebat, dikenal banyak orang tapi aku tau kelemahannya. Ia tidak bisa mengaplikasikan nilai islam pada dirinya. Sholat saja ia pernah meninggalkan. Aku tidak yakin bisa hidup bahagia dengannya kalo niatnya untuk menikah bukan mencari ridhonya Allah. Aku menilai dari ungkapannya selalu bersifat keduniawian.
Untuk yang ketiga kalinya ini kuberharap taarup ini tidak gagal.

Jam menunjukkan pukul 10.00 wib. Suasana dirumahku sudah siap-siap menyambut kedatangan tamu. Ayahku sudah siap sejak jam 09.00 tadi. Sengaja aku mengajak Eka teman dekatku untuk hadir dalam tarupku ini. karna ia lebih tahu tentang diriku. Luar dalam.

Assalamualaikum….. Hatiku berdebar ketika mendengar salam terdengar dari balik puntu.
Waalaikum salam wr.wb. serempak ayah dan ibuku menjawab.
Eh bu ida, silakan masuk bu.
Dari kamarku ku kengar mereka bersenda gurau. Tapi aku tak mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan. Tampaknya mereka sudah lama saling mengenal.
Sis, kemari nak! ibuku memanggilku.
Aku keluar menuju ruangan tamu sekaligus membawa minuman.
Silakan diminum bu. Saya menunjuk ke minuman lalu duduk sisamping ibuku.

Sejenak aku memandang kearah mereka, ku arahkan pandanganku pada lali-laki disamping bapak yang berusia 40 an. Hatiku berdegup. Ya Allah aku merasakan ada yang beda dara taaruf ini, dari setiap taaruf yang aku lakukan masing-masing mempunyai suasana hati yang beda. Kulihat keserhanaan dari penempilan pria ini, jauh dari proposal yang kubaca. Dilihat dari sikapnya yang sopan tampak pribadinya yang lembut dan sopan.

Setiap manusia punya penilaian beda terhadap orang lain. Dan setiap orang pasti punya kekurangan. Satu hal yang membuat aku ragu dengannya, kulihat dari status pendidikan ia berada dibawahku, ia hanya D3 perpajakan sedangkan aku sarjana Ekonomi, selain itu orangnya fasif tidak ramah, hobinya olah raga. Umurnay lebih muda satu tahun dariku. Pekerjaan: swasta, tinngi 165 cm, berat 55 kg. tujuan menikah membentuk keluarga yang sakinah, target menikah 2008.

Ini anak kami kami, siska ia Lulusan Untan, desember ini wisuda. Ia anak kami satu-satunya. Sejak kecil ia terbiasa manja. Sampai sekarang dia tetap manja dengan mama dan bapaknya. Ia amat suka membaca dan menulis. Sekarang usianya 24 tahun …….. ibuku memperkenalkan aku terlebih adahulu dengan keluarganya.

Oh ya bu ini anak kami yang bernama Sardi, ia hanya lulusan D3 perpajkan dan sekarang berkerja di kantor pajak sambas sebagai Staff. Kami sedang mencarikan istri untuk anak kami ini, saya mengetahui ibu punya gadis jadi kami ingin memperkenalkan anak kami ini kepada anak ibu, siapa tau mereka jodoh, yakan bu.

Oya sis kemaren proposal sardi sudah di baca kan.
Sudah bu, gimana sis, kamu sudah punya keputusanya.
Saya istiqharah dulu buy a.
Baiklah lah nak, kami juga begitu, gimana kalo kita putuskan dalam waktu semingu ini.
Insya allah bu.
Ada yang ingin kamu tanyakan tentang sardi nak,
Ada bu, sekilas aku memandang kea rah sardi
Apa menurutmu keluarga sakinah itu?
Keluarga sakinah adalah keluarga yang penuh kasih sanyang yang senantiasa mencari ridho Allah. Langkah-langkah yang akan saya lakukan adalah pendidikan keluarga. Ibu adalah guru pertama bagi anak-anaknya sedangkan bapak bertanggung jawab terhadap pendidikan dan kesejahteraan keluarga.
Satu jam pun berlalu dari taarup kami, mereka izin pulang kepada aku dan keluargaku.

Satu minggu terasa begitu singkat untuk aku memutuskan suatu yang besar ini. ini merupakan keputusan besar buatku, karna ini menentukan masa depan keluargaku dan anak-anak yanga akan lahi dariku. Istikharah setiap malam yang kulakukan sselama hari ke 4 belumlah cukup bagiku untuk mengatakan iya. Aku ragu sampai hari kelima, apakah diterima atau tidak.

Seminggu sudah waktu yang diberikan, maka hari ini aku harus memberikan jawabannya. Dan aku mengetakan keputusanku lewat ibuku dan bapakku.

Gimana sis, kamu sudah memiliki keputusanya
Sudah bu
Insya Allah siska terima.
Alham dulillah….. semoga ini memang keputusan terbaik mu sis
Mohon do’anya ya bu pa.
Insya Allah nak, ibu dan bapak senantiasa mendoakan untuk kebaikanmu.
Setahun sudah usia pernikahan kami, kini kami sudah punya rumahbaru dengan mas sardi, aku merasakan bahagia bersamanya. Pria idaman yang aku harapkan dengan do’a-doaku kini terwujud. Walau waktu menikah suamiku tidaklah sesempurna yang aku harapkan. Terima kasih Allah, terims ksdih ibu dan bapak, kalian telah medidik ku ini dengan baik. Akan ku didik anak-anakku nanti dengan baik seperti engkau mendidik aku.

Selasa, 10 Maret 2009

Aku dan Dia


Malam yang dingin, kulihat bulan dan bintang bertaburan di langit, aku sendiri hanya berteman sepi. Seperti biasa saat aku pulang kampung, aku hanya dihibur dengan laptop tercintaku ini. Aku mendengar musik dengannya, membaca taujih, menyimpan foto-foto kenangan, membaca e-book2 Islam yang telah lama kusimpan.
Teringat aku akan adik kelasku ketika SMP, yang dahulu sangat aku agung-agungkan itu, dimataku ia begitu sempurna. Tubuhnya yang tinggi, besar dan atletis dengan warna kulit yang putih, bersih, tampan serta kecerdasannya yang tak tertandingi teman sekelasnya. Semua itu telah membuat hatiku buta. Ketika itu aku menerima dia sebagai pacarku. Namanya Aswin, sama dengan nama adik kandungku.
Empat tahun terakhir, aku tak pernah bertemu dengannya. Sejak aku memutuskan untuk kuliah dan ia bekerja ke luar negri. Selama dibangku sekolah kami berstatus pacaran tapi sekarang hubungan kami tidak jelas lagi.
Karna teringat kenangan-kenangan tersebut aku teringat sahabatku, segera ku SMS Sardi
“Askum. Sardi apa kabar hari ini? Sekarang aku ada di rumah, mungkin besok aku pulang ke Pontianak lagi. maaf aku belum sempat berkunjung ketempat mu”.
Sardi adalah orang yang paling tahu hubunganku dan Aswin, sehingga aku menganggap dia sebagai saudara sendiri. Ia juga tahu bahwa hubungan kami sekarang sedang bermasalah. Pertengkaran yang bermula dari sms dan berlanjut sampai memutuskan komunikasi.
Selama aku kuliah, dua bulan sekali aku pasti pulang ke desa untuk menjumpai keluargaku, mengobati kerinduan dan melepas kepenatan. Sekarang aku sudah semester 7 dan sedang menyusun skripsi. Di kampus inilah aku menemukan kehidupan baru. Berjumpa dengan orang-orang yang taat beribadah, orang yang mengikat diri dengan aturan Islam. Disini pula aku memahami hakikat sebuah kehidupan, aku mulai mengerti batasan-batasan bergaul dengan lawan jenis, aturan-aturan dalam berpakaian. Setiap minggu aku mengikuti pembinaan yang biasa kami sebut liqo’an. Disinilah diriku dibentuk menjadi orang yang selayaknya sebagai manusia.
Kini aku sudah menggunakan jilbab rapi menutup aurat, aku berusaha untuk tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang tidak halal bagiku, goncengan dengan cowok non muhrim yang dulu aku anggap biasa saja. Yang jelas, kata temanku aku berubah 180 derajat.
***
Tit-tit. tit-tit
HP ku berdering tanda SMS masuk, ku buka SMS tersebut dengan senang hati, lalu ku baca;
“Kabar baik, kapan kamu datang? Kok baru ngasih kabar ke aku, kamu udah bilang Aswin belum? pasti dia senang dengan kedatanganmu!” balas Sardi
“Belum, aku takut, aku nggak mau cari masalah dengannya lagi.”
Aku memang sengaja tidak sms aswin terlebih dahulu karna aku tahu Aswin sedang marah setelah sms seminggu yang lalu.
Suara HPku berdering lagi, tapi dengan nada berbeda. Terdengar suara ring tone sahabat sejati. ring tone kesukaanku, kulihat ada panggilan dari temanku di kampus, kuangkat dan terdengar suara seorang Akhwat.
“Assalamualaikum,
Uhkti, kapan pulangnya, jangan lama-lama dikampung, Amanah dakwah menunggu untuk diselesaikan.
“Insya Allah besok ukhti” jawabku singkat
Oh iya, Tetap istiqomah ya Ukh. Assalamualaikum”.
Mimi menelponku. Ia adalah orang yang paling mengerti tentang aku. Aku mengenalnya saat baru bergabung di organisasi dakwah kampus. Dialah sahabat dekatku, yang selalu menemani saat aku sedih maupun senang. Kami berjanji akan selalu mengingatkan untuk saling momotivasi dan menjaga iman setiap waktu.
***
Suasana didesa sangatlah berbeda dengan suasana di kota, di kota penuh dengan keributan, tapi disini sepi dan tenang. Jika ke kota malam-malam seperti ini kami biasa masih sibuk diskusi masalah kuliah dan masalah kampus. Tapi disini aku hanya berteman dengan buku dan kertas.
Aku masuk ke dapur, menemui ibuku yang lagi masak makanan kesukaanku. Ia menyiapkan untuk bekalku pulang ke Pontianak nanti.
15 menit kemudian terdengar suara motor berhenti di depan rumah, dan langsung menuju halaman rumahku.
“Assalamualaikum”
“Waalaikum salam”
Bapakku keluar menghampiri
”Pak, ada Sonia?”tanya Aswin
“Eh Aswin, masuklah. Sonia lagi didapur” jawab bapakku, ternyata bapak masih mengenal Aswin. Ayah ku memang sudah mengenal Aswin sejak aku belum kuliah. Ku dengar mereka berbicara di ruang tamu dengan serius.
Suara yang tak asing lagi ditelingaku. Suara itu adalah suara Aswin. Hatiku bergetar, detak jantungku bertambah kencang, rasa serbasalah, bahagia bercampur panik.
Sengaja aku tidak keluar menghampiri mereka karena aku lagi jengkel dengannya. Aku jengkel dengan smsnya seminggu yang lalu.
Pertengkaran kami bermula sejak sms yang dikirimkannya tanpa identitas. Awalnya aku mengira itu adalah SMS teman kuliahku yang biasa SMS aku menggunakan no baru. Oleh sebab itu kubalas smsnya dengan kata-kata “say” yang berarti sayang. Itulah kebiasaan burukku. Aku menggunakan kata tersebut bukan untuk orang tertentu tapi untuk semua orang kecuali ikhwan. Kami saling balas-membalas sms dengan kata-kata mesra, hingga hal-hal masalah jodoh. Lama kelamaan aku mulai merasa curiga dengan isi SMS yang dikirimnya. Aku hawatir orang yang aku sms adalah seorang yang tidak aku kenal. Dengan bahasa yang digunakan aku yakin bahwa ia bukanlah orang yang aku kira teman kuliah. Masih ku ingat sms terakhirnya “Dasar cewek murahan, kamu sama aja dengan cewek yang lain”. Dia juga bilang aku udah berubah, mentang-mentang mahasiswa seenaknya mengejek orang.
Cewek mana yang nggak marah jika dibilang cewek murahan, akhirnya kami saling mengejek, aku juga membalas dengan ejekan pula. Karena aku tidak mengenalnya, akhirnya aku sebut dia dengan sebutan manusia bertopeng. Dengan begitu marahnya tambah parah. Setelah pertengkaran terjadi baru ia mengatakan siapa dia sebenarnya. Apakan daya nasi sudah menjadi bubur, perkataan dia dan perkataanku tidak bisa ditarik kembali. Sejak itulah hubungan kami tidak baik sampai sekarang.
Ayahku menghampiriku ke dapur.
“Sonia, ada Aswin tuh kok nggak ditemui?” ayahku memandang heran
“Iya ayah sebentar lagi.” jawabku pelan. Padahal dalam hati aku enggan untuk berjumpa.
Aku langsung menggunakan jilbab dan kaos kaki. Walau dalam rumah aku tetap menggunakannya karena aku akan berhadapan dengan non muhrim. Baju panjang dan rok panjang selalu aku gunakan agar aku tidak repot kalo ada tamu yang mendadak datang. Kulakukan untuk menjaga auratku agar tetap terjaga. Aku menyadari bahwa seorang wanita muslimah yang sudah baligh wajib menggunakannya. Tak lupa aku membawa air teh dan kue untuk dihidangkan ke Aswin.
Kuhampiri Aswin diruang tamu, kuhidangkan, dan kupersilahkan minum. “Silakan airnya di minum”. Kataku sambil mengarahkan tangan. Air yang aku buat, ku hidangkan dua cangkir, satu cangkir untuknya dan satu cangkirnya lagi untuk ku.
Ku lihat wajahnya sedang memandangiku. Aku langsung menundukkan pandangan. Bukan karna aku takut dengannya tapi karna aku sudah terbiasa menjaga pandangan dengan lawan jenis.
Malam ini adalah malam pertama aku melihatnya setelah sekian tahun, kulihat ada perubahan pada dirinya, tubuhnya yang bertambah tinggi dan agak gemuk, kulitnya agak berwarna, tampak kedewasaan dari raut wajahnya. Rasa berdebar mulai berkuang saat aku bisa melihat langsung wajahnya.
Kami saling diam. Suasana hening. Sesekali aku melirik dia. Bisa ku tebak dari raut wajahnya yang memerah menandakan ia lagi marah. Ditambah lagi sikapnya yang tidak tenang. Selalu berubah posisi duduk menandakan ia lagi kesal denganku. Sengaja aku tidak memulai percakapan, aku ingin ia yang memulai pembicaraan.
Karena diamnya aku merasa jengkel. Mungkin sekitar 5 menit kami saling diam.
tit-tit-tit-tit HP ku berbunyi kembali, kebetulan HP ku berada diatas meja tamu.
langsung kubaca smsnya
“Maaf Sonia, kayaknya Aswin sudah tahu bahwa kamu ada di kampung, soalnya tadi dia ada pinjam HP ku untuk balas SMS temannya ” Pengirim: Sardi
Setelah ku baca, ku balas smsnya dan aku letakkan kembali HP ku di atas meja. Dengan cepat Aswin mengambil HP ku dan membaca smsnya.
“Brok…” suara HP dilempar.
Hatiku terasa tergores dengan perlakuannya, rasanya ingin ku balas lemparannya dengan lemparan yang lebih kuat. Walau sebenarnya lemparannya tidaklah kuat tapi sakitnya menusuk ke hati. ingin aku muntahkan kemarahan ini tapi aku tetap bersabar, karna aku tahu bersabar adalah terbaik untukku saat ini.
Untungnya, Aswin hanya melemparkan disampingku diatas kursi sopa dan mengenai tanganku. Untungnya Hpku bukanlah HP yang mahal dan tahan banting. Ia hanya berani melempar lempar diatas kursi sofa disampingku.
“Puas kamu” kata Aswin dengan mukanya yang merah, suaranya yang kasar
“Apa nya yang puas” kataku dengan nada kesal
“Puas dengan permainanmu, hentikan permainan mu Sonia?”
“Permainan yang mana? Aku tidak mengerti maksudmu”. Kataku sambil memandang wajahnya heran
“Benar-benar ngak ngerti atau pura-pura ngak ngerti?” Matanya yang tajam tidak sanggup ku tatap.
Aku hanya diam karna aku tahu kami memang ada masalah.
“Apa kamu lupa janji kita dahulu, kamu berjanji setia menemaniku, kamu janji kamu tidak akan mencari cowok selain aku, kamu janji tidak akan menyakitiku, tapi kini setelah aku yakin kepada janji mu, kini kamu mengingkari. Siapa Sapto, ada apa antara kamu dan Sardi, mengapa kamu tidak bilang ke aku bahwa kamu sudah datang, kamu hanya bilang dengan Sardi. Kamu kejam”. Katanya kasar.
Ya Allah, orang ini ternyata masih ingat janji kami dulu saat-saat cinta monyet. Gumamku dalam hati.
Sejak SMP kami sudah saling mengenal dan pernah saling mengungkapkan rasa suka. Dan kami sering jalan bersama dan aktif di osis. Dulu, emang sih aku suka sama dia. Tapi sekarang semua telah berubah, termasuk pada diriku. Sekarang aku punya jalan berfikir yang jauh berbeda. aku punya konsep berbeda terhadap pacaran, konsep yang insyaallah Allah juga akan meridhainya. Aku tidak seperti dulu lagi.Dulu aku memang suka pacaran tapi sekarang aku mengenal pacaran hanya setelah menikah.
“Win, kendalikan emosimu! permasalahan kita tidak akan selesai dengan cara seperti ini. Untuk sekarang aku tidak ingin bertemu denganmu karena sekarang aku masih belum bisa mengontrol emosiku. Aku ingin masalah ini diselesaikan dengan hati yang dingin”. Aku berusaha meredakan marahnya.
“Sebelum kamu berfikir yang macam-macam tentangku, ijinkan aku menjelaskan yang sebenarnya, sebenarnya kita hanya salah persepsi”. Kataku menjelaskan
“Aku masih ingat janji setia kita ketika itu, bahkan selalu aku ingat, karna itu aku merasa bersalah denganmu. Bukan karena aku sudah punya yang lain, tapi aku sekarang tidak seperti dulu. Jangan berburuk sangka dulu jika SMS mu jarang aku balas, telponmu dimalam hari sering aku abaikan, kata-kata mesramu yang selalu aku balas dengan kata-kata nasihat. Itu bukan bearti aku tidak peduli lagi denganmu, bukan berarti aku sudah melupakanmu. Hanya saja aku menyadari itu tidak berhak aku lakukan karena kamu bukan muhrimku. Apa kata orang kalo kita selalu berhubungan, Islam sangat tegas mengatur batas-batas bergaul dengan lawan jenis.
Aku tidak memberitahu kehadiranku disini bukan karena aku sudah sombong, tapi aku tidak mau mengotori hatiku. Aku takut dengan Allah, aku lakukan semuanya karna aku inginnmencari ridho Allah, demi Allah dan demi Islam semua aku lakukan. Sungguh aturan Islamlah yang akan menyelamatkan kita”. kataku berusaha menjelaskan
“Apa maksudmu berkata seperti itu?” Aswin bertanya heran.
“Apakah kamu sudah tidak suka lagi denganku lagi?” katanya ragu
“Maksud ku, Aku lakukan itu bukan karna aku sudah membencimu tapi aku lakukan demi kesucian diri dan kebaikan kita bersama”.
“Memangnya Islam melarang kita untuk saling mengenal? Gimana kalo mau serius ke pernikahan kalo tidak saling mengenal” kata Aswin membantah
“ Islam tidak melarang kita untuk saling mengenal, bahkan kita dituntut untuk saling mengenal, tapi Islam punya tatacara tersendiri agar tetap dalam koridor, dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan.” Kataku dengan hati-hati
“Caranya?”
“Taaruf”,
”Maksudmu” sambung Aswin
“Ya, perkenalan antara dua orang yang disaksikan orang lain yang tujuannya untuk saling mengenal dan bila ada kecocokan maka akan dilanjutkan dengan menikah.” Kataku tegas
“Bagai mana ingin mengenal jika kita jarang bersama, bukankah untuk mengenal kita harus saling berjumpa dan bersama.” Kata Aswin
“Tidak semestinya harus seperti itu, jika kita ingin saling mengenal maka setelah menikah itu lebih baik, kalo belum menikah cukup dengan mengetahui karakter, hobi, kekuranga, kelebihan, biodata, tujuan untuk menikah dan apapun yang ingin kita tanyakan dengan saling terbuka dan jujur. Semuanya bisa kita tanyakan saat taarup. Kalo merasa ada kekocokan baru ada tahap melamar.”
“Apakah taaruf ini dilakukan pada semua orang?”
“Tidak win, taaruf hanya dilakukan dengan orang yang udah sama-sama siap menikah dan dengan niat menyempurnakan separuh agama dan menjaga hati”.
“Jadi gimana dengan cinta yang sudah bertahun-tahun kita bangun?.”Tanya aswin kesal
“Ya terserah, menurut aku sih, kita jangan berhubungan rutin lagi. Karna itu pacaran sebelum menikah itu tidak halal dalam Islam.”
“Maksud kamu?kita putus”.
“Ya”
“Aku ndak mau kita putus” katanya sambil menatapku
“Terserah kamu, yang jelas kita tidak boleh intensif berhubungan seperti seorang yang sedang pacaran, kamu boleh SMS aku, tapi hanya sebagai teman dan tidak ada kata rindu dan sayang lagi”.
“Kamu kejam” katanya sambil menundukkan pandangan.
“Tidak, aku bukan kejam tapi Islam mengajarkan sedemikaian agar kita tetap terjaga dan tidak dimurkainya”
“Kenapasih kamu selalu mengaitkan dengan Islam, Apa itu hanya alasan bahwa kamu ada yang lain dihatimu? Mengapa kamu menutup diri untukku”
“Astagfirullah, bukan itu maksudku”
“Jadi”
“Sejak kuliah aku tidak pernah punya pacar, bukanya maksudku menutup diri untuk mu, siapa saja punya peluang untuk memiliki aku, termasuk juga kamu, tapi harus dengan cara yang benar, bukan dengan pacaran yang tidak halal. Selain itu juga aku tidak ingin terikat dengan janji dulu maupan janji-janji sekarang. Aku juga tidak mau kaburo maktan indalllah, mengatakan apa yang tidak aku kerjakan.”
“Aku kecewa denganmu!” Dengan nada kesal ia mengatakannya.
Ku lihat ia memasang jaketnya, mengambil helem berdiri dan berjalan menuju pintu.
“Kurasa semuanya udah selesai, kamu memang bukan Sonia yang ku kenal dulu. Selamat tinggal sahabat, selamat tinggal kenangan, kau tega membuat hatiku hancur.“
”Tunggu dulu, ada sesuatu untukmu!”
Ku ambil buku yang kusimpan dalam tasku, ku berikan padanya “Baaca”
Buku yang baru kebeli sebelum aku pulang kedesa. Buku Adab bergaul seorang muslim yang di tulis oleh penulis terkenal Indonesia.
Aswin mengambil buku dariku dan segera pergi.
Kepergiannya kupandangi sampai bayangannya hilang dari mataku, aku sungguh merasa menyesal mengatakan kata putus, karna jujur dalam hatiku aku masih sayang dia tapi aku bangga dengan diriku aku bisa tegas kepada hatiku terhadap sesuatu yang sangat ditegaskan oleh Islam. Tampa aku sadari air mataku menetes dengan sendirinya. Aku tidak tau, Apakah ini air mata bahagia atau air mata sedih.
***
Sebulan pun berlalu, tiada kabar darinya, hanya ada satu SMS singkat yang kuperoleh kemaren pagi “Terimakasaih ukhti atas buku yang diberikan malam itu, bukunya luar biasa”. Lega rasanya hatiku, semoga Allah membimbingnya dan membimbingku kejalan yang benar.

KADO TERINDAH

Tia berubah, dua bulan belakangan ini aku meliat Tia tidak seperti biasanya. Ia yang sering kumpul saat habis sholat duhur di masjid kampus, kini langsung pulang kekontrakan barunya. Aku sudah jarang melihat ia aktif di sekretariat LDK. Terasa ada yang hilang dalam diirinya. Tidak seenerjik yang dulu, tidak seramah yang pernah kukenal. Nasehat-nasehatnya sudah jarang ku dengar. Dialah yang selalu mengingatkan kami untuk tegar dijalan dakwah ini.
Tia yang sangat anggun dengan jilbab lebarnya, yang penuh keibuan saat menyapa dan senyumnya yang lembut. Mengapa kini tia berbeda dengan apa yang diucapkannya. Dia bilang tidak ada pacaran dalam Islam kecuali setelah menikah tapi ku melihat ada gejala orang sedang pacaran dalam sikapnya. Pernah suatu ketika, aku melihat ia tertawa sendiri saat membaca sms, ia sering kali sms-an yang ndak jelas dengan siapa. Ketika ditanya ia hanya bilang sms dari teman. Ketika ke toko buku bacaannya juga sudah jauh berbeda, ketika dulu kami suka baca buku pergerakan, buku-buku materi keislaman dan novel kini bacaannya adalah buku keluarga dan mendidik anak. Aku mencurigai kelakuannya, sempat aku mengutarakan hal ini pada teman satu kelompokku, mereka hanya bilang jangan berburuk sangka mungkin saja dia lagi persiapan mau nikah.
Tia yang dulu kukenal sangat menjaga jarak dengan ikhwan, amal yauminya begitu bagus, tutur kata yang lembut, dan ia sering memberikan taujih-taujih yang sejuk dihati. Ia jarang berinteraksi dengan ikhwan kecuali jika ada perlu. Tapi kok sekarang ia sering ditelpon dan sms-an seperti seseorang yang sedang jatuh cinta. Aku takut, takut jika temanku yang satu ni sedang futur.
Sebelum ada kejelasan tentang dia aku berfikir untuk mengetahui kebenarannya. Daripada terjadi yang enggak-enggak terhadapnya. Untuk itu kuputuskan akan menginap dikontrakan Tia. Aku ingin mengetahui yang sebenarnya terjadi padanya. Tanpa tanda curiga Tia dengan senang hati mengizinkan aku bermalam di kontrakannya. Malampun berlalu aku tak melihat suatu yang janggal darinnya bahkan aku melihat ia sujud panjang dalam tahajudnya dan tilawah sampai azan subuh. Aku hanya mencurigai telpon seorang laki-laki disepertiga malam. Kulihat tampaknya laki-laki tersebut bertujuan membangunkan solat lail. Kudengar ia menelpon agak mesra dalam bahasa yang tidak kupahami sepenhnya. Jika diperkirakan, mereka berbicara sekitar 10 menit. Hal tersebut sengaja tidaj ku ungkapkan langsung sehingga aku mendapat data yang falid untuk mengatakan hal tersebut.
Hari berganti hari, tia tampak lebih tambah rajin kuliah, rajin membaca, mengikuti kajian keislaman apalagi jika materi yang disampaikan adalah materi tentang keluarga. Kami senang akan perubahan sikapnya tapi kami merasakan ada yang berbeda dengan perubahan drastis tersebut.
”Tia hari ini, rencana kami mau ke kafe serasan, ada diskusi politik oleh bang Yandi, kita ikutan ya?”. Kataku mengajak
”Afwan Ran, aku benar-benar ngak bisa. Hari ini aku ada janji ama teman”. Katanya sambil melihatkan wajah kecewa
”Ya udah, biar kami aja yang pergi” Jawab Yeni menyambung
Tia kini lebih aksyik berdiam di kontrakannya. Lagi-lagi teman jadi alasan. Siapa sih teman dikampungnya yang selalu sms dan telponan dengannya itu, padahal setahu aku tidak ada temannya yang lebih akrab selain kami. Apa tidak cukup perhatian Cici, Caca, Tika, Yeni, Tia dan aku yang biasa kami sebut dengan kumpulan Akhwat watasyiwa 2004.
***
Wajah Tia kelihatan lebih pucat, kami khawatir dengan keadaannya. Badannya tampak lemas, matanya sayu, tapi bila ditanya ia hanya bilang bahwa sehat-sehat saja. Hari-hari berikutnya bertambah parah wajahnya yang pucat disertai muntah-muntah, ia juga sering ke wc buang air kecil. Kami sangat menghawatirkan keadaannya. Dengan kekuatan persahabatan yang telah kami bangun sejak empat tahun yang lalu Tia berhasil kami bujuk untuk diantar kepuskesmas dengan biaya ditanggung oleh kami. Karena permintaan tersebut diutarakan bersama maka ia tak bisa membantah lagi. Kami pergi ke puskesmas bersama-sama.
Ibu dokter memeriksa Tia, Tia tampak bercakap-cakap dengan dokter. Kami tidak mendengar percakapan mereka. Setelah menanyakan ke dokter tentang penyakit Tia, ia hanya mengatakan Tia baik-baik saja dan ia harus banyak beristirahat dan makan makanan yang bergizi. Kami merasa tenang setelah Tia diperiksa oleh dokter. Dokter memberikan resep obat yang harus di beli oleh Tia. Kami berharap Tia akan segera sembuh setelah meminum obat tersebut.
”Gimana, saya baik-baik saja bukan? Ngak usah khawatir lagi ya ” kata Tia sambil tersenyum.
”Iya, walau kamu tidak napa-napa kamu harus ikut pesan dokter tadi, banyak istirahat, makan yang bergizi dan jangan lupa minum obatnya. Mulai besok kami akan bergiliran menemani kamu dirumah.”
”ee... kalian jangan repot-repot deh, aku bisa jaga diri kok”
”Tia, gimana kami ngak khawatir kamu yang sudah kami anggap saudara sendiri sedang sakit, kamu telah kami cintai seperti mencintai diri sendiri sudah tentu jika kamu sakit kami juga merasakan sakitnya.” kataku sambill memandangi kelima temanku.
”Terima kasih atas perhatian kawan-kawan, kalian adalah sahabat terbaik yang pernah ku kenal”. Jawab Tia dengan mata berbinar.
”Iya kita sesama saudara harus saling membantu, bukankah kita telah berjanji untuk saling menjaga dan mengingatkan” sambung Tika
Setelah pemeriksaan tersebut kami langsung mengantar Tia ke kontrakannya kecuali Cici dan Caca, mereka langsung mencari makanan untuk Tia. Ia harus membeli Susu, nasi, sayur, dan ikan goreng kesukaan tia agar ia berselera untuk makan
Tia makan dengan lahapnya, kami sangat senang melihatnya. Setelah itu kamipun pulang. Ketika hendak pulang kami melihat Tia ditelpon oleh seseorang, kami tidak terlalu paham dengan apa yang diucapkan karna ia menggunakan bahasa daerahnya, tapi yang jelas terdengar adalah ia menceritakan keadaannya yang lagi sakit dan baru pulang dari puskesmas.
”Tia, kami pamit dulu ya, assalamualaikum” kataku mengakhiri pertemuan
”Waalaikum salam, sampai ketemu besok dikampus?” Jawab Tia sambil tersenyum
“Iya“ jawab kami serempak
****
Siang hari ini terasa panas, walau panas hati kami terasa tenang karna Tia sehat. wajahnya tidak lagi pucat tapi ia masih muntah-muntah. Untuk menghindari biar Tia tidak kehabisan energi kami mengajaknya bersama-sama kekantin yang ada di pojok kampus. Kuperhatikan Tia tampaknya semangkin mual setelah mencium bau bakso yang ada di kantin Mas Kumis tersebut. Kulihat ia mengambil beberapa buah manisan mangga dan menyimpan dalam tasnya. Hanya satu bungkus yang dibuka dan dimakannya di tempat. Nia makan manisan mangga tersebut dengan lahapnya. Sempat aku terpikir Tia sepertinya sedang mengidam aja. Setahu aku orang yang lagi ngidam biasanya suka yang asam-asam, suka muntah, dan sering tidur. Ah... tak mungkin iakan akhwat baik-baik, lagi pun ia juga belum menikah. Pikirku dalam hati.
Tiba tiba HP Tia berbunyi tanda sms masuk. Dia membukanya dan segera membalasnya. Dan setelah itu kamipun melanjutkan makan siang tersebut dikantin.
” Rani, bisa ngak tolong antarin aku pulang setelah ini”
”Insya Allah Tia, apasih yang tidak untuk mu” jawab ku sambil tersenyum.
”Terima kasih” jawab Tia membalas senyumku.
Aku segera mengantar Tia pulang, dan teman-teman lainnya langsung menuju masjid untuk melakukan sholat Dzuhur berjamaah.
Jam sudah menunjukkan 15:30 ” tit-tit-tit’ bunyi sms masuk, segera ku buka
Ass. Ran, td aku melihat Tia di kafe pantai samudra indah. Ia bersama seorang cowok sedang makan siang. Coba cari tau kebenarannya, apakah ia bersama dengan saudaranya atau keluarganya. Siapa tau bukan diantara kedua-duanya.
Kubaca sms tersebut berulang kali. Aku merasa tak percaya Tia sedang berjalan dengan seorang cowok, padahal ia tidak punya saudara laki-laki maupun keluarga laki-laki yang sebaya dengannya. Tia semakin mencurigakanku.
Otakku dengan segera merespon sms tersebut dan secepatnya aku sms ke 5 temanku yang lain untuk kumpul dan kerumah Tia. Setelah berkumpul kami langsung menuju kerumah Tia. Ketika sampai di rumahnya, Tia kelihatan panik melihat kami. Kami dipersilakan masuk. Dan langsung menuju ruang tengah tempat ia biasa nyantai.
”Eh tumben kawan-kawan datang kesini tanpa kabar terlebih dahulu, tampaknya ada suatu yang penting”
”Benar Tia, ada yang ingin kami sampaikan dan kami tanyakan pada kamu, kamu jangan tersinggung ya”
”Oh iya, silakan aja. Untuk apa aku tersinggung, ya mungkin itu baik untukku”
”Begini Tia, belakangan ini kami melihat suatu yang beda pada dirimu. Kamu sudah jarang-kumpul-kumpul dengan kita lagi, kamu lebih asyik di rumah. Kalo ada kegiatan kampus kamu sering mengelak. kamu sudah tidak seperti yang dulu. Sebenarnya ada apa dengan mu?”
”Maaf”, Tia lari kedapur tampaknya ia muntah lagi. Sementara itu kami melihat ada buku tentang kehamilan dan keluarga sakinah diatas meja komputernya. Hal ini menambah firasatku pada Tia. argumen kami utk bertanya.
”Ndak napa-napa kok. Hanya saja aku pengen istirahat dulu dirumah” jawab Tia menyambung pembicaraan.
”Kami juga khawatir dengan penyakitmu, kamu sering muntah-muntah, makanmu suka yang asam-asam, kamu sering mengantuk dikelas, tampaknya dari ciri-cirinya seperti orang hamil aja, apalagi bacaanmu tentang keluarga melulu. Tuh buktinya”. Sambil kutunjukkan buku yang asa diatas meja komputer. Benar Tia kamu ngak apa-apa?
Muka Tia memerah, tampaknya ini mengena di hatinya.
Air mata Tia bercucuran, tampak diwajahnya orang yang bersalah. Kulihat ia sambil memegangi perutnya.
Tia apa yang terjadi denganmu. Apakah praduga kami benar adanya dan apa benar Tenti ada melihat kamu makan bersama cowok disebuah kafe berduaan. Siapa cowok tersebut Tia.
Ya, semuanya benar, aku memang sedang hamil, aku juga ada pergi ke kafe tersebut.
Semua menangis, kecuali aku, aku masih kesal dengan Tia yang menyembunyikan hal ini kepada kami.
Sekarang mana cowok tersebut.
Assalamualaikum .......
Terdengar suara laki-laki dari depan pintu. Semua mata terarah padanya.
Tampak sosok tubuh Atletis, tinggi dan berkulit putih serta tanpan sedang membawa makanan menghampiri kami. Kelihatannya ia laki-laki baik. Pantas untuk seorang Tia yang cantik dan pintar.
Ia mendekat dan berhenti kearah kami dan duduk disamping Tia.
Tia dia siapa?
Dia Suamiku. Ia datang untuk menjengukku.
Apa???
Suaaaami....
Semua memandang heran, semua terasa tak percaya, kenapa Tia tidak pernah menceritakan hal ini kepada kami. Padahal ia pernah berkata bahwa hanya kamilah teman terdekat dia.
”Tia, mengapa hal ini tidak kamu ceritakan dari awal, kami sangat khawatir padamu”. Kamu ingkar Tia.
”Bukannya aku ingkar tapi aku ingin memberikan suprise pada kalian. Aku sebenarnya sudah dikhitbah dua bulan yang lalu. Awalnya Rencana kami akan menikah tiga bulan setelah di khitbah, tapi mamaku berkehendak lain. Ia tidak mau berlama-lama sampai tiga bulan. Jadi seminggu setelah menghitbah kami langsung diakad nikahkan langsung diadakan. Hanya saja kami belum mengadakan walimah karena belum ada waktu yang pas. Rencananyasih walimahnya 2 minggu ke depan setelah wisudaku nanti.
Sebenarnya aku ingin membuat kejutan dihari wisudaku nanti. Ya dengan memperkenalkan suami rahasiaku selama ini sekaligus memberikan undangan walimahnya.
”Jadi selama ini siapa yang tau akan hal ini”.
Hanya Murobbi dan ketua LDK yang tahu, karena kemaren aku terpaksa memberitahukan hal ini padanya. Sekaligus kiadah kita sepantasnya ane beritahukan.
Maafkan aku sahabat karena merahasiakan hal ini pada kalian. Sebenarnya hal ini sudah saya rencanakan jauh hari sebelum pernikahan. Kehamilan ini merupakan kado terindah untukku.
Mohon doanya ya ukhti, moga pernikahan kami berkah.
Barokallah ya ukhti atas pernikahannya. Kataku mendoakan. Semuanya kembali tersenyum bahagia.