Rabu, 11 Maret 2009

MENGGAPAI PRIA IDAMAN


25 oktober 2008 genap usiaku 24 tahun. Berarti sudah satu tahun target menikahku terlewati. Orangtuaku sudah sangat menantikan kehadiran seorang cucu dariku. Sejak kecil aku di didik manja oleh mereka, karna aku merupakan anak tunggal dan cucu tertua dalam keluargaku. Aku menyadari semua akan hal itu, tapi tuhan berkehendak lain terhadapku. Aku menghadapi banyak rintangan dalam mememukan pria idamanku.

Entah mengapa sejak aku mengerti masalah keluarga aku sudah menentukan target sendiri dalam memilih jodoh. Aku lebih tertarik dengan pria yang sebaya denganku dan mempunyai hobi yang sama denganku. Aku dilahirkan dalam lingkungan yang gemar dengan baca dan menulis. Bapakku bukanlah orang terkenal tapi ia adalah orang biasa tapi minat membaca dan menulisnya sangat tinggi. Kami dibiasakan untuk senantiasa membaca dan menulis dalam keluarga. Setiap selesai sholat magrib kami selalu berdiskusi dan berbagi tentang islam dengan ibu dan bapakku. Ada 4 T yang aku harapkan dalam menentukan jodohku. T yang pertama adalah Takwa; ketakwaan seorang suami akan mendukung dan mengbimbing aku mencari kebahagian yang hakiki, yang akan menjauhkan aku dan keluargaku dari siksa api neraka. T yang ke dua Tajir; aku tak ingin keluargaku nanti miskin karma aku tau kemiskinan mendekati kebodohan dan kebodohan itu akan menjerumuskan kita keneraka. T yang ketiga adalah Tanpan, sperti cewek-cewek yang lain, panpan itu juga harus walau sebenarnya tanpan itu relative. Dan T yang terakhiradalah tinngi; tinggi hati, tinggi badan, tinggi kemauan dan tinngi cita-cita.

Siska……, siska….., ibuku memanggil
Iya bu, aku bergegas menghampiri ibu keruang tamu yang baru selesai mengangkat telpon.
Sis, besok ada yang ingin taaruf dengan kamu, ibu dan ayah sudah mendiskusikannya. Kamu coba ya nak siapa tau ini jodohmu.
Mengapa begitu cepat bu?bukankah seminggu yang lalu siska baru saja menolak lamaran akh Deni.
Siska, seorang akhwat tidak baik telat menikah, bukankah menikah itu ibadah. Apalagi kamu sudah cukup dewasa sis. Ibu menatap tajam kepadaku, seolah-olah ia begitu sangat ingin menyakinkan aku.
Baiklah bu kalo itu memang terbaik untukku, saya ikut saran ibu.
Aku jadi ragu, ini adalah lamaran laki-laki yang ke tiga kalinya. Setelah dua kali taarufku gagal. Pertama sekali aku taaruf dengan akh Yandi, aku tidak bisa menerima lamarannya karena aku ingin menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu, sedangkan ia harus cepat karna ingin segera ke Al azhar melanjutkan kuliahnya. Selain itu saya selisih 10 tahun lebih muda darinya. Kami tidak bisa melanjutkan taaruf ini sampai kepernikahan.
Taaruf yang kedua dengan akh deni, ia teman sekelasku, aku menolak lamaran dia karna sejak awal taaruf aku selalu merasakan ia jauh dari criteria yang kuharapkan. Aku menolaknya karna kami berbeda cara berfikir, kami berbeda pergerakan di kampus. ia aktifis islam tapi aku tidak melihat kerater islam pada dirinya. Ia memang cerdas, akhli berdebat, dikenal banyak orang tapi aku tau kelemahannya. Ia tidak bisa mengaplikasikan nilai islam pada dirinya. Sholat saja ia pernah meninggalkan. Aku tidak yakin bisa hidup bahagia dengannya kalo niatnya untuk menikah bukan mencari ridhonya Allah. Aku menilai dari ungkapannya selalu bersifat keduniawian.
Untuk yang ketiga kalinya ini kuberharap taarup ini tidak gagal.

Jam menunjukkan pukul 10.00 wib. Suasana dirumahku sudah siap-siap menyambut kedatangan tamu. Ayahku sudah siap sejak jam 09.00 tadi. Sengaja aku mengajak Eka teman dekatku untuk hadir dalam tarupku ini. karna ia lebih tahu tentang diriku. Luar dalam.

Assalamualaikum….. Hatiku berdebar ketika mendengar salam terdengar dari balik puntu.
Waalaikum salam wr.wb. serempak ayah dan ibuku menjawab.
Eh bu ida, silakan masuk bu.
Dari kamarku ku kengar mereka bersenda gurau. Tapi aku tak mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan. Tampaknya mereka sudah lama saling mengenal.
Sis, kemari nak! ibuku memanggilku.
Aku keluar menuju ruangan tamu sekaligus membawa minuman.
Silakan diminum bu. Saya menunjuk ke minuman lalu duduk sisamping ibuku.

Sejenak aku memandang kearah mereka, ku arahkan pandanganku pada lali-laki disamping bapak yang berusia 40 an. Hatiku berdegup. Ya Allah aku merasakan ada yang beda dara taaruf ini, dari setiap taaruf yang aku lakukan masing-masing mempunyai suasana hati yang beda. Kulihat keserhanaan dari penempilan pria ini, jauh dari proposal yang kubaca. Dilihat dari sikapnya yang sopan tampak pribadinya yang lembut dan sopan.

Setiap manusia punya penilaian beda terhadap orang lain. Dan setiap orang pasti punya kekurangan. Satu hal yang membuat aku ragu dengannya, kulihat dari status pendidikan ia berada dibawahku, ia hanya D3 perpajakan sedangkan aku sarjana Ekonomi, selain itu orangnya fasif tidak ramah, hobinya olah raga. Umurnay lebih muda satu tahun dariku. Pekerjaan: swasta, tinngi 165 cm, berat 55 kg. tujuan menikah membentuk keluarga yang sakinah, target menikah 2008.

Ini anak kami kami, siska ia Lulusan Untan, desember ini wisuda. Ia anak kami satu-satunya. Sejak kecil ia terbiasa manja. Sampai sekarang dia tetap manja dengan mama dan bapaknya. Ia amat suka membaca dan menulis. Sekarang usianya 24 tahun …….. ibuku memperkenalkan aku terlebih adahulu dengan keluarganya.

Oh ya bu ini anak kami yang bernama Sardi, ia hanya lulusan D3 perpajkan dan sekarang berkerja di kantor pajak sambas sebagai Staff. Kami sedang mencarikan istri untuk anak kami ini, saya mengetahui ibu punya gadis jadi kami ingin memperkenalkan anak kami ini kepada anak ibu, siapa tau mereka jodoh, yakan bu.

Oya sis kemaren proposal sardi sudah di baca kan.
Sudah bu, gimana sis, kamu sudah punya keputusanya.
Saya istiqharah dulu buy a.
Baiklah lah nak, kami juga begitu, gimana kalo kita putuskan dalam waktu semingu ini.
Insya allah bu.
Ada yang ingin kamu tanyakan tentang sardi nak,
Ada bu, sekilas aku memandang kea rah sardi
Apa menurutmu keluarga sakinah itu?
Keluarga sakinah adalah keluarga yang penuh kasih sanyang yang senantiasa mencari ridho Allah. Langkah-langkah yang akan saya lakukan adalah pendidikan keluarga. Ibu adalah guru pertama bagi anak-anaknya sedangkan bapak bertanggung jawab terhadap pendidikan dan kesejahteraan keluarga.
Satu jam pun berlalu dari taarup kami, mereka izin pulang kepada aku dan keluargaku.

Satu minggu terasa begitu singkat untuk aku memutuskan suatu yang besar ini. ini merupakan keputusan besar buatku, karna ini menentukan masa depan keluargaku dan anak-anak yanga akan lahi dariku. Istikharah setiap malam yang kulakukan sselama hari ke 4 belumlah cukup bagiku untuk mengatakan iya. Aku ragu sampai hari kelima, apakah diterima atau tidak.

Seminggu sudah waktu yang diberikan, maka hari ini aku harus memberikan jawabannya. Dan aku mengetakan keputusanku lewat ibuku dan bapakku.

Gimana sis, kamu sudah memiliki keputusanya
Sudah bu
Insya Allah siska terima.
Alham dulillah….. semoga ini memang keputusan terbaik mu sis
Mohon do’anya ya bu pa.
Insya Allah nak, ibu dan bapak senantiasa mendoakan untuk kebaikanmu.
Setahun sudah usia pernikahan kami, kini kami sudah punya rumahbaru dengan mas sardi, aku merasakan bahagia bersamanya. Pria idaman yang aku harapkan dengan do’a-doaku kini terwujud. Walau waktu menikah suamiku tidaklah sesempurna yang aku harapkan. Terima kasih Allah, terims ksdih ibu dan bapak, kalian telah medidik ku ini dengan baik. Akan ku didik anak-anakku nanti dengan baik seperti engkau mendidik aku.

Tidak ada komentar: